JURNALISPOS.ID, TANGSEL – Kegaduhan politik beberapa partai besar jelang pilkada kota Tangerang Selatan 2020, sudah mulai mencair dengan sudah ada kepastian dukungan partai terhadap calon Walikota dan Wakil Walikota Tangsel.
Partai Gerindra dan PDI Perjuangan secara resmi Senin (20/7/2020) sudah mengumumkan pasangan calon untuk maju dalam pilkada Tangsel yaitu Muhamad dan Rahayu Saraswati, tidak tanggung-tanggung paslon ini langsung diumumkan oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan didampingi Hasto Sekjen PDI Perjuangan sebagai partai pengusung Muhamad.
Pasangan Muhamad dan Saras menyusul pasangan Benyamin dan Pilar yang sudah memastikan dan memenuhi syarat maju di pilkada Tangsel. namun yang menarik adalah status Aparatur Sipil Negara (ASN) Muhamad yang saat ini masih aktif sebagai Sekda Pemkot Tangsel.
Sudah layak kah Muhamad secara etika dan moral mundur secara tertulis sebagai ASN ?
Dalam Ketentuan soal kewajiban ASN mengundurkan diri dari jabatannya ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Pasal 7 Ayat (2) huruf t menyebutkan, calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota harus menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai TNI, Kepolisian, dan PNS atau kepala desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan.
Menurut Pengamat politik dan kebijakan publik, Adib Miftahul, dengan sudah ditetapkan Muhamad maju diusung Gerindra dan PDIP, Muhamad yang masih berstatus ASN jika dilihat dari peraturan tidak harus mundur ketika sudah pasti diusung partai maju di pilkada Tangsel.
Kewajiban mundur Muhamad sebagai ASN ketika sudah ditetapkan oleh KPU, namun ada sisi etika yang harus menjadi perhatian.
“Nah itu tergantung dari Muhamad sendiri, mau legowo ga lepas ASN nya. Memang masih multitafsir dan menjadi perdebatan terkait peraturan, ya lihat dari sisi etika moralnya aja lah,” ujar Adib kepada awak media, Selasa (21/7/2020).
Adib menerangkan, peraturan yang mendekati adalah berdasarkan Pasal 11 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 menyatakan “bahwa dalam hal etika terhadap diri sendiri, ASN wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan”.
“Ini yang saya sebut multi tafsir. Ketika diusung parpol, ada kepentingan golongan atau kelompok ga? Lagi lagi yang bisa menjawab Muhamad sendiri,” terang Dosen Komunikasi di UNIS Tangerang ini.
Lanjutnya, status Muhamad yang masih aktif sebagai Sekda di pemerintahan kota Tangsel, tentunya akan mempengaruhi jalannya pekerjaan di lingkungan birokrasi atau OPD Tangsel. Karena secar hirarki kepemimpinan PNS dalam birokrasi masih dipegang Sekda yaitu Muhamad, jadi netralitas ASN bisa dipertanyakan publik dan posisi Muhamad dan Benyamin pasti akan membingungkan ASN.
“Ketika Muhamad dan Ben maju, beredar informasi sudah ada kubu M dan B di birokrasi. Nah ini kelemahannya bisa mengganggu jalannya pelayanan rakyat. Airin yang harus menetralisir juga kan berat,” ungkap Adib.
Adib menegaskan peran Walikota Tangsel Airin saat ini sampai berakhir masa jabatannya juga sangat menentukan. Airin harus memperhatikan netralitas dirinya demi kinerja anak buahnya, sementara dukungan secara politik pun harus dijalan Airin sebagai Ketua partai yang juga ikut dalam konstelasi politik pilkada ini.
“Ada rivalitas tapi airin dituntut harus menjadi wasit yang netral. Ini jelas dilematis bagi airin, karena yang pasti Airin ingin mengakhiri lengser kekuasaan dengan ‘Landing Smoth’.” pungkas Adib. (Deni)