JURNALISPOS.ID, JAKARTA – Enam menteri diganti, ditambah lima wakil menteri hari ini dilantik Presiden Joko Widodo. Perombakan kabinet dianggap waktu yang tepat karena sebelumnya Presiden sudah memberi sinyal adanya kekurang optimalan beberapa menteri dalam rapat kabinet.
“Kan Presiden sudah marah sejak Juli, Agustus, dibuka ke publik, bagaimana penanganan anggaran, misalnya,” ujar Andreas Pareira, politikus PDI Perjuangan dalam diskusi daring yang digelar Beranda Ruang Diskusi dan dipandu oleh Dosen Unika Atma Jaya, Christiana Chelsia Chan, Rabu 23 Desember 2020.
Menurut Andreas, sosok pengganti menteri dianggap orang-orang yang tepat. Seperit Risma yang sudah teruji dalam menangani manajemen wilayah termasuk bantuan sosial di Surabaya. Lalu juga Sandiaga Uno yang selama ini dikenal sebagai pengusaha yang perhatian pada industri kreatif dan ekonomi kecil dan menengah. Serta Sakti Wahyu Trenggono yang selama ini dikenal sebagai pengusaha-politikus, dan terakhir membantu Menteri Pertahanan Prabowo.
Saan Mustopa, Ketua DPP Nasdem menyatakan bahwa menteri agama yang baru, dalam posisinya sebagai Ketua Gerakan Pemuda Ansor, dianggap sosok yang pas dalam menjawab tantangan Jokowi menghadapi intoleransi. “Ini bisa jadi solusi buat Pak Jokowi dalam mengatasi intoleransi,” kata dia.
Sejalan dengan Andreas, Saan juga menilai Sandiaga sebagai sosok yang tepat mengatasi persoalan pariwisata dan ekonomi kreatif di masa pandemi. “Pandemi ini dampaknya luar biasa, di ekonomi dan sosial. Terutama sektor pariwisata dan ekonomi kreratif yang digeluti anak-anak muda, terpukul berat,” katanya.
Sementara, soal Tri Rismaharini yang minta waktu merampungkan jabatannya sebagai Wali Kota Surabaya, dianggap Saan tak masalah bila terjadi rangkap jabatan. “Bu Risma kan habis di Februari. Saya optimis dengan cara kerjanya, dia bisa selesaikan persoalan di Kementerian Sosial, meski rangkap jabatan,” kata Saan.
Saan juga menyoroti Muhammad Luthfi yang menjadi Menteri Perdagangan. Menurut Saan, sektor perdagangan ini tantangan berat buat Indonesia di masa setelah pandemi. “Jadi jangan sampai setelah pandemi kita belum siap untuk melakukan pertumbuhan,” ujar Saan.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia juga menyoroti Yaqut Choil Choumas yang dianggap tepat, karena merepresenntasikan Nahdlatul Ulama. “Pak Jokowi menjawab Nahdliyin. Menteri Agama dari NU,” katanya. Dan Budi Gunadi Sadikin, meski dianggap kurang pas sebagai Menteri Kesehatan, dianggap Doli mampu memberikan warna sendiri dalam penanganan pandemi.
“Saat ini fase kedua dalam penanganan pandemi. Bila di fase pertama upayanya supaya tidak terular dan merawat. Sekarang fasenya adalah vaksinasi,” kata dia.
Saat ini, kata dia tantangan vaksinasi tak bisa diatasi dalam setahun dua tahun. “Ini mesti tepat kapan saat vaksinasi dan pembagiannya di daerah,” kata Doli. Untuk itu, Budi Gunadi yang sebelumnya Wakil Menteri BUMN dan juga Wakil Ketua Percepatan Ekonomi dalam Penanganan Pandemi Covid-19, dianggap orang yang tepat. “Sehingga momentum untuk resafel ini tepat. Ada pandemi 10 bulan sudah kita jalani, ada fase vaksinasi, dan ada menteri yang mesti diisi,”kata dia.
Eko Galgendu, Ketua Umum Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) juga menilai sosok yang menjadi menteri saat ini orang-orang yang tepat. Namun sejumlah orang yang dipilih mesti menunjukkan ide revolusioner, supaya yang dilakukan merupakan terobosan untuk meningkatkan optimistis masyarakat terhadap Indonesia.
“Inilah gaya, memang karakter dan cara berpikir pak Jokowi. Beliau sebagai presiden kalau saya amati khususnya kelebihan beliau di dalam Visi mengenai ekonomi negara ini,” tutur Eko.
Eko mengibaratkan pemikiran Jokowi sebagai pembalap Formula 1 dengan kecepatan yang tinggi. Untuk bisa mengendarai dengan baik, maka pengendara itu tidak boleh terganggu karena harus konsentrasi.
“Harus benar-benar memiliki tim yang satu Visi. Pastinya tim itu para menteri, kalau nanti ada salah satu pembantunya kurang cermat, kurang paham mengikuti apa yang dipikirkan presiden. Ini bisa memberi masalah,” tutur Eko.
Sebab kecepatan yang tinggi itu perlu memiliki tim yang benar-benar akurat, cermat dan tepat. Sama halnya dengan menjalanlan pemerintahan harus tanggap menghadapi segala persoalan.
“Sekali kemudian salah satu timnya tak siap dalam memahami. Maka yang terjadi melenceng dari arah dan bisa membawa jatuh,” imbuhnya.
Di sisi lain, masyarakat membutuhkan pemimin berpikiran visioner di dalam memahami perubahan yang ada. Permasalahan bukan hanya di dalam negeri saja, melainkan harus mampu memahami membaca perubahan lain.
“Sekarang ini perubahan terjadi bukan hanya permasalahan pandemi, tapi sudah lama terjadi perubahan pemikiran politik, secara ekonomi sosial, budaya dan agama. Semuanya dipicu kesombongan dan lupa diri manusia,” kritiknya melihat situasi saat ini. (Hendra)