Sidang Kasus Kisruh Direksi dan Komisaris PT. Kahayan Karyacon, Dakwaan JPU Dinilai Kabur

banner 468x60

JURNALISPOS.ID, SERANG – Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisaris Utama PT. Kahayan Karyacon, Mimiheety Layani dinilai kabur. Penilaian tersebut disampaikan kuasa hukum terdakwa, dalam sidang penyampaian eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Selasa, 12 Januari 2021.

Terdakwa yang dituduh pemalsuan surat (Pasal 263 dan 266) adalah Leo Handoko selaku salah satu Direksi PT. Kahayan Karyacon.

Dalam sidang tersebut, dipimpin Ketua Majelis Hakim Erwantoni, SH, didampingi hakim anggota Diah Tri Lestari dan Santoso. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah Budi Atmoko, SH.

Dalam eksepsinya, kuasa hukum terdakwa menyebut bahwa dakwaan yang diajukan JPU terkait pemalsuan surat dinilai kabur.

Karena, Akta perubahan PT. Kahayan Karyacon Nomor: 17 tanggal 24 Januari 2018 terkait pengangkatan kembali Direksi dan Komisaris yang dibuat Ferri Santoso, SH, M.Kn, Notaris di Kabupaten Serang yang dibuat tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan dari pemegang sahan yang lain dan tidak pernah dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak memiliki kekuatan pembuktian sebagai alat bukti, dan tidak mengikat seluruh pemegang saham karena Akta perubahan tersebut dilihat statusnya batal demi hukum.

“Perkara ini adalah tanah Perdata. Gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Leo Handoko dan kawan-kawan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) yang mensyaratkan adanya RUPS,” tutur Angel, Kuasa Hukum terdakwa Leo Handoko usai membacakan eksepsi (pembelaan terdakwa-red) di Pengadilan Negeri Serang, Selasa, 12 Januari 2021.

Dalam eksepsi ini, kata Angel, pihaknya mengajukan keberatan terkait isi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Karena, kata Angel, berkaitan dengan persyaratan materiil sebagaimana diharuskan Pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHP, khususnya yang mensyaratkan bahwa dakwaan haruslah disusun secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan.

“Melalui nota keberatan dan eksepsi, kami menilai, Jaksa Penuntut Umum kami anggap tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dalam membuat surat dakwaan karena Jaksa Penuntut Umum tidak mengurai kronologis peristiwa hukum yang sebenarnya,” jelasnya.

Angel menjelaskan, terdakwa saat ini menjalani perkara Pidana No. 1102/Pid.B/2020/PN.SRG atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum No.Reg.Perk: PDM – 459/SRG/XI2020 adalah salah satu Direktur PT. Kahayan Karyacon sebagaimana akta pendirian No. 1 tertanggal 23 November 2012 yang dibuat oleh Notaris Ferri Santoso, SH di Kabupaten Serang, namun di dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa terdakwa Leo Handoko menjabat sebagai Direktur Utama PT. Kahayan Karyacon yang beralamat di Jl. Raya Cikande Rangkasbitung, Desa Pasir Buyut, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, Banten.

“Sebagaimana tertuang pada halam 3 Poin (2) Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, maka sudah sepatutnya surat dakwaan Jaksa Penuntut dapat dikategorikan sebagai dakwaan yang bersifat kabur dan tidak jelas (Obscuur Libel),” pungkasnya.

Angel juga menuturkan, Surat Dakwaan JPU dinilai Obscuur Libel (Dakwaan Kabur) sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHP, yang mengatur tentang surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum haruslah memenuhi syarat-syarat.

“Syarat-syarat tersebut, diantaranya syarat formal, yaitu surat dakwaan harus menyebutkan identitas lengkap terdakawa, serta surat dakwaan harus diberi tanggal dan ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum, Syarat materil, surat dakwaan harus memuat dan menyebutkan waktu tempat delik dilakukan. Kemudian surat dakwaan haruslah disusun secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan. Surat dakwaan yang tidak memohon ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum,” kata Angel.

Angel menambahkan, pihaknya menyampaikan nota pembelan dan eksepsi berdasarkan fakta dan kebenaran, dan memohon kepada Mejelis Hakim untuk mengambil keputusan seadil-adilnya.

“Kami memohon Mejelis Hakim untuk mengambil keputusan, diantaranya menerima keberatan (eksespsi) dari penasehat hukum Leo Handoko, menyatakan dalam putusan sela surat dakwaan penuntut umum nomor Reg.Perk : PDM – 459/SRG/XI/2020 sebagai dakwaan yang dinyatakan batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak diterima, menyatakan dalam putusan sela bahwa perkara Pidana No. 1102 /Pid.B/2020/PN.SRG tidak diperiksa lebih lanjut, memulihkan harkat martabat dan nama baik Leo Handoko setelah dibebaskan demi hukum, dan membebankan biaya perkara kepada negara,” tutupnya.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Budi Atmoko mengatakan, pihaknya belum bisa menyampaikan tanggapan lebih banyak terkait eksepsi atau nota keberatan yang disampaikan kuasa hukum Leo Handoko.

“Saya akan pelajari dulu. Kalau mau tanggapan dari saya, saya minta waktu. Nanti pas sidang saja kalau ingin tanggapan dari saya,” ungkapnya.

Sementara mengenai jadwal sidang yang selalu mundur, kata Budi, hal ini melihat dari kesiapan pihak Rutan yang belum pasti sesuai jadwal. Karena dari Rutan itu untuk bersidang satu kali, dikolektif.

“Jadi tidak bisa minta satu terdakwa tertentu untuk didahulukan. Agak susah, apalagi ini baru pertama kali, kalau kita siap sidang seperti itu, pihak rutan juga nanti agak keberatan gitu yah,” jelasnya. (Hendra/red)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *