JURNALISPOS.ID, SERANG – Persidangan kasus kirsruh Direktur dan Komisaris PT. Kahayan Karyacon di Pengadilan Negeri (PN) Serang kembali digelar hari ini, Kamis, 21 Januari 2021, dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi (keberatan-red) kuasa hukum terdakwa, Leo Handoko.
Sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Erwantoni didampingi Hakim Anggota Diah Tri Lestari dan Santoso. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Budi Atmoko diwakili Jaksa Irma, dan Kuasa Hukum Terdakwa Dolfie Rompas diwakili Advokat Aprilia.
Dalam sidang kedua yang digelar pekan lalu, Selasa, 12 Januari 2021, Kuasa Hukum Leo Handoko membacakan eksepsi atas dakwaan pemalsuan dokumen dan atau memasukan data palsu (pasal 263 dan 266 KUHP – red) dan tuduhan penipuan (Pasal 378 KUHP – red).
Materi eksepsi tersebut diantaranya mengenai perubahan Surat Dakwaan, perkara Leo Handoko adalah masuk ke dalam lingkup perdata, dan status terdakwa Leo Handoko selaku Direktur Utama PT. Kahayan Karyacon.
Dalam persidangan ketiga yang digelar Kamis, 21 Januari 2021, JPU membacakan jawaban atas eksepsi tersebut.
JPU Budi Atmoko diwakili Jaksa Irma karena berhalangan hadir (terpapar Covid-19-red) menanggapi eksepsi kuasa hukum Leo Handoko salah satunya mengenai perubahan Surat Dakwaan dengan menambahkan Pasal dakwaan yaitu tuduhan penipuan (Pasal 378 KUHP).
Jaksa Irma menyampaikan, mengenai adanya perubahan Surat Dakwaan yang berisi material felt karena menambahkan Dakwaan 378 KUHP dalam Surat Dakwaan sehingga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 378 KUHP adalah tidak benar.
“JPU dapat merumuskan Pasal sangkaan mana yang tepat dikenakan terhadap terdakwa dengan mendasarkan pada alat bukti-alat bukti yang didapat dari proses penyidikan dalam berkas perkara. Setelah meneliti hasil pemeriksaan dan sudah dipandang cukup, akan tetapi sangkaan tidak tepat, maka Jaksa dapat mengubah Pasal tersebut karena Jaksa bertanggung jawab atas penuntutan (dominus litis),” tutur Jaksa Irma.
Terpisah, Penasehat Hukum Terdakwa, Dolfie Rompas saat dihubungi awak media melalui sambungan telpon mengatakan, mengenai adanya perubahan Surat Dakwaan dengan menambahkan Dakwaan Pasal 378 KUHP yang dilakukan JPU tersebut tidak sesuai dengan hukum acara yang harusnya dijalankan oleh penegak hukum.
“Pasal itu kan sudah ditetapkan oleh penyidik. Seharusnya Jaksa hanya menjalankan apa yang sudah jadi hasil dari pemeriksaan penyidik. Bisa dikatakan ini sudah tidak sesuai dengan hukum acara yang harusnya dijalankan oleh penegak hukum,” kata Dolfie, Kamis, 21 Januari 2021.
Menurut Dolfie, dalam pemeriksaan penyidikan (BAP-red) di Bareskrim Mabes Polri tidak ada Pasal 378. Bahkan saat pelimpahan pekara (sudah P21-red) hanya ada Pasal 266 dan 263 KUHP.
“Mestinya pihak Kejaksaan tidak bisa lagi menambahkan Pasal Dakwaan. Kecuali ada pemeriksaan baru dari penyidik, dan menambahkan. Itu bukan P21 berarti. Itu masih dalam proses penyidikan. Jaksa sifatnya hanya sebagai penuntut, bukan sebagai penyidik. Sedangkan yang menentukan Pasal pada waktu diajukan dalam P21 itu adalah penyidik dalam proses penyidikan. Bagaiman Jaksa bisa menambahkan Pasal. Sedangkan dia bukan sebagai penyidik di situ,” jelasnya.
Sebelumnya, JPU, Budi Atmoko mengaku bahwa penambahan Pasal 378 pada dakwaan yang disampaikan dalam sidang sebelumnya di PN Serang merupakan arahan atau petunjuk dari pimpinannya. Sebab dari penyidik dianggap hanya memberikan sangkaan tunggal.
“Penambahan Pasal 378 itu dari kami sendiri. Karena dari pihak penyidik itu sangkaan tunggal. Maka intruksi dari pimpinan untuk memberikan Pasal tambahan. Karena dakwaan tunggal itu berisiko. Arahan dari pimpinan ada tambahan Pasal. Petunjuk pimpinan,” katanya saat ditemui usai sidang perkara di PN Serang, Selasa, 12 Januari 2021.
Menanggapi pernyataan JPU Budi Atmoko, Dolfie menegaskan, tidak ada dalam hukum acara yang mengatur tentang penambahan Pasal Dakwaan atas intruksi pimpinan.
“Tidak bisa dan tidak ada istilah arahan dari pimpinan. Tidak ada dalam hukum acara. Tidak bener itu hukum acaranya kalau ada arahan pimpinan. Pasal Dakwaan itu tergantung penyelidikan dan penyidikan, yang pasti dalam hukum acara tidak ada kewenangan Jaksa menambah Pasal jika berkas sudah P21. Kalau ada penambahan Pasal berarti harus ada penyidikan baru. Kalau tidak ada penyidikan baru tidak bisa ada penambahan Pasal itu,” tuturnya
Ketika ditanya awak media terkait langkah-langkah apa yang akan ditempuh atas tanggapan JPU terhadap eksepsi, Dolfie mengatakan, pihaknya akan menunggu putusan Majelis Hakim.
“Ya tinggal kita lihat putusan Majelis Hakim. Akan memutuskan apa. Karena setelah ini kan ada putusan sela,” pungkasnya. (Nean/red)